Untuk membangun industri
Pariwisata suatu negara memperhatikan dasar-dasar rumusan pemikiran sebagai
berikut :
1. Informasi serta
pengetahuan seseorang yang banyak mengadakan perjalanan merupakan informasi dan
pengetahuan yang lebih luas dan mungkin lebih mendalam tentang pariwisata dan
situasi dalam berbagai bidang dengan aspek kehidupan yang sangat luas, baik
dalam ukuran nasional maupun skala internasional.
2. Bahwa industri pariwisata merupakan bagian
internal dari rencana pembangunan ekonomi nasional mereka dalam waktu jangka
panjang.
Bagi Republik Indonesia,
kedua rumusan pemikiran tersebut di atas merupakan pula sebagai dasar
pembangunan industri pariwisatanya. Sebagai contoh di era Orde Lama
(1959-1965), tentang pariwisata ini tersimpul dalam kebijaksanaan politik
Pemerintah dan DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) Gotong Royong yang tertuang dalam
ketetapan MPRS (Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara), yaitu :
1. Bahwa atas informasi serta
pengetahuan luas dan memperdalam kita membentuk dan memelihara persahabatan
dengan negara-negara lain demi menggalang persatuan dan perdamaian yang abadi
di atas bumi ini.
2. Bahwa industri pariwisata
merupakan suatu proyek yang segera dapat menghasilkan, yang harus digolongkan
sebagai proyek utama di antara proyek-proyek lainnya.
Dalam
masa-masa Orde Baru di bawah pimpinan Presiden Suharto, sebagai mendataris MPR
(Majelis Permusyawaratan Rakyat) Replubik Indonesia, pariwisata memperoleh
posisi dalam era pembangunannya untuk meningkatkan penerimaan devisa,
memperluas lapangan kerja serta memperkenalkan budaya bangsa kepada dunia luar.
Hal ini dengan jelas tercantum dalam Garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN),
seperti telah disebutkan dalam bab terdahulu.
Berbicara
tentang pembangunan industri pariwisata di Indonesia, perlu disinggung potensi
daerah wilayah Tanah Air ditinjau dari segi dunia pariwisata sendiri, di mana
menurut Panitia Nasional Penelitian Laut, wilayah Indonesia terdiri dari 13.677
buah pulau, dan 6.004 pulau diantaranya dihuni oleh manusia. Sesungguhnya alam Indonesia
ini penuh dengan aneka ragam pemandangan indah menakjubkan serta keadaan aneh
dan ajaib yang menyediakan objek-objek pariwisata luas dan menarik bagi
wisatawan yang ingin menikmatinya.
Objek-objek
ini tersebar hampir di seluruh kepulauan Tanah Air kita yang beribu-ribu itu.
Pertama-tama pertanyan lalu timbul, bagaimana hendaknya pengembangan industri
pariwisata ini dilaksanakan di Indonesia
yang begitu luas dan memiliki beraneka warna objek bermutu tinggi tersebar di
mana-mana? Menurut perencanaan yang telah mulai dikerjakan, pembangunan
industri pariwisata dilaksanakan atas program bertahap, yaitu untuk pertama
kalinya Jawa dan Bali (1961-1968).
Guna
memperoleh gambaran jelas tentang pelaksanaan program tahap demi tahap dalam
pembangunan industri pariwisata ini, perlu dikemukakan di sini bahwa industri
pariwisata dibangun atas dasar perwilayahan. Bagi Indonesia
perwilayahan ini sangat penting karena Indonesia memiliki potensi luas dan
beraneka warna, baik yang merupakan atraksi tidak bergerak (seperti : keindahan
alam, monumen, candi, dan sebagainya) maupun atraksi bergerak (di mana faktor manusia memegang peranan
penting, misalnya: kesenian, adat-istiadat, seremoni, perayaan, pekan raya dan
sebagainya).
Yang dimaksud
dengan perwilayahan dalam dunia kepariwisataan adalah pembagian wilayah-wilayah
pariwisata yang dapat dipandang memiliki potensi, selanjutnya dapat dijadikan
tujuan yang pasti. Dalam pengertian ilmiahnya wilayah ini disebut daerah tujuan
wisata atau dalam bahasa asingnya tourist
destination area, yang batasnya adalah sebagai berikut: “Yang dimaksudkan dengan wilayah pariwisata
adalah tempat atau daerah yang karena atraksinya, situasinya dalam hubungan
lalu-lintas dan fasilitas-fasilitas kepariwisataannya menyebabkan tempat atau
daerah tersebut menjadi objek kebutuhan wisatawan.
Bila kita
pelajari dengan teliti definisi tersebut di atas, dapat disimpulkan bahwa ada
tiga kebutuhan utama yang harus dipenuhi oleh suatu daerah untuk menjadi tujuan
wisata:
1) Memiliki atraksi atau
objek menarik
2)
Mudah dicapai dengan alat-alat kendaraan
3) Menyediakan tempat untuk
tinggal sementara.
Adapun atraksi
atau objek menarik yang dimaksudkan adalah sesuatu yang dihubungkan dengan
keindahan alam, kebudayaan,, perkembangan ekonomi, politik, lalu-lintas,
kegiatan olah raga dan sebagainya, tergantung kepada “kekayaan” suatu daerah
dalam soal pemilihan atraksi atau objek ini.
Di berbagai
negara, di Eropa Barat misalnya, orang menggolongkan daerah tujuan wisata
menurut faktor-faktor tersebut di bawah ini :
a)
Daerah Tujuan Wisata
tergantung atas alam
Tergolong
dalam, daerah tujuan ini :
1. tempat berlibur pada
musim-musim tertentu (liburan musim panas atau musim dingin),
2. tempat beristirahat untuk
kesehatan, seperti misalnya sumber atau mata air panas yang mengandung mineral,
dapat menyembuhkan orang sakit apabila mandi atau minum air tersebut atau
tempat yang mempunyai hawa udara yang dapat menyembuhkan orang menderita
penyakit tertentu, misalnya daerah pegunungan atau pantai.
b)
Daerah Tujuan Wisata
tergantung atas kebudayaan
Dalam katagori
ini termasuk :
1. kota-kota bersejarah,
mempunyai bangunan-bangunan bergaya arsitektur unik, monumen, balairung, teater
dan sebagainya.
2. pusat pendidikan seperti
misalnya universitas, pusat penyelidikan dan penelitian, lembaga ilmiah,
konservator dan sebagainya.
3. tempat yang mempunyai
acara-acara khusus seperti perayaan, adat-istiadat, pesta rakyat, pekan olah
raga dan sebagainya.
4. pusat beribadah seperti
mesjid, gereja, pura, kuil dan sebagainya.
c) Daerah Tujuan Wisata tergantung atas
lalu lintas
Daerah tujuan
ini meputi :
1. daerah pelabuhan laut,
2.
pertemuan lalu-lintas kereta api,
3. persimpangan lalu-lintas
kendaraan bermotor,
4. daerah pelabuhan udara.
d)
Daerah Tujuan Wisata
tergantung atas kegiatan ekonomi
Termasuk dalam
katagori ini :
1. pusat perdagangan dan
perindustrian,
2.
pusat-pusat bursa dan pekan raya,
3.
tempat-tempat yang mempunyai institut
perekonomian atau peristiwa-peristiwa ekonomi seperti misalnya pameran atau
pekan industri atau instalansi pabrik-pabrik raksasa.
e)
Daerah Tujuan Wisata
tergantung pada kegiatan politik
Dalam golongan
ini termasuk :
1. ibukota atau pusat
pemerintahan,
2.
tempat-tempat di mana terdapat institut
politik dan kegitan-kegiatan politik seperti kongres, konferensi, musyawarah
besar, perayaan nasional dan sebagainya.
Dilihat dari segi pelaksanaan praktisnya, penggolongan daerah Tujuan Wisata
di atas ini terlalu teoritis dan seakan-akan dibuat-buat. Sebab dalam kenyataan
sukar untuk menggolongkan atau menempatkan suatu wilayah atau daerah ke dalam
suatu golongan daerah Tujuan Wisata tertentu. Ambillah umpamanya sebuah ibukota
suatu negara (di sini jakarta misalnya), pada kenyataannya juga merupakan pusat
perekonomian, pusat politik, pusat kegiatan kebudayaan, pusat lalu-lintas
berbagai macam alat transportasi, serta pusat berbagai macam kegiatan lainnya,
di mana pengolongan seperti tersebut di atas tidak banyak berarti. Namun
demikian, dilihat dari segi investasi modal industri pariwisata, penggolongan
ini adalah penting sekali untuk menghindari penanaman modal yang sia-sia.
Misalnya pembangunan sebuah hotel, bungalow atau pesanggrahan membutuhkan
perhitungan matang setelah memperhitungkan katagori wilayah Daerah Tujuan
Wisata.
Pada umumnya menurut hasil pengamatan, penyelidikan serta pengalaman di
masa-masa lampau, wilayah pariwisata yang baik dikunjungi, seperti di Eropa
umpamanya, adalah daerah yang digolongkan ke dalam Daerah Tujuan Wisata
tergantung atas alam yaitu tempat-tempat belibur, beristirahat dan berekreasi
guna kesehatan badan jasmani, maupun rohani. Dalam hubungan ini jenis
pariwisata semacam ini disebut Wisata Kesehatan dan wilayahnya disebut daerah
Wisata Liburan dan Kesehatan. Tempat-tempat serupa biasanya terdapat di daerah
pegunungan atau daerah pantai, di samping karena letak geografisnya mempunyai
pemandangan indah dan memiliki hawa udara serta iklim yang dapat menyehatkan
jasmani maupun rohaniah, lagi pula mempunyai mata air atau sumber alam
mengandung mineral dapat menyebuhkan orang sakit apabila mandi atau minum air
di tempat itu.
Suatu contoh khas di Eropa, ialah adanya wilayah pariwisata yang mempunyai
mata air atau sumber lain yang mengandung mineral serta dapat menyembuhkan
penyakit apabila orang mandi atau merendam diri di tempat itu. Mata air atau
sumber (terkadang dalam bentuk lumpur) yang disebut spa ini banyak dikunjungi
wisatawan apabila telah dinyatakan para ahli dari jawatan kesehatan sebagai
suatu tempat di mana diketemukan bahan-bahan terapi secara ilmiah, yang
terbukti dapat menyembuhkan dan di mana tersedia fasilitas-fasilitas untuk
wisatawan. Di Tanah Air, tempat-tempat seperti ini hampir tidak jarang
diketemukan di setiap pulau, hanya saja belum dikembangakan menjadi spa karena
hal ini membutuhkan pengamatan dan penelitian serta perhatian masyarakat
terhadap penyembuhan penyakit secara begini belum begitu besar.
Wilayah pariwisata lain, yang sangat penting dan amat ramai dikunjungi
wisatawan-wisatawan adalah wilayah yang digolongkan dalam Daerah Tujuan Wisata
tergantung atas kebudayaan, lebih-lebih di negara-negara Timur khususnya Asia,
Asia Tenggara dan Timur jauh, seperti Tanah Air kita Indonesia. Wilayah-wilayah
pariwisata lainnya seperti tersebut dalam klasifikasi di atas tidaklah kurang
pentingnya. Justru karena itu, adalah sangat perlu untuk meninjau dan meneliti
sesuatu atau daerah sebelumnya ia dapat dinyatakan sebagai daerah tujuan wisata
dengan pasti.
Alangkah baiknya apabila suatu tempat atau daerah memiliki beraneka warna
atraksi, baik atraksi keindahan alam, kegunaan manifestasi kebudayaan, pusat
perekonomian maupun kegiatan politik, lalu-lintas dan sebagainya. Sehingga
merupakan atraksi lengkap yang dalam keseluruhannya merupakan daya tarik kuat
bagi kaum pelancong dari segala pelosok, dalam maupun luar negeri. Lebih ideal
lagi apabila tempat atau daerah itu memiliki berbagai aneka ragam atraksi
seperti diutaraka di atas dalam lingkungan wilayah yang luasnya beradius tidak
lebih dari 50 km. wilayah semacam inilah patut dibangun dan dikebambangkan
sebagai daerah tujuan wisata yang paling baik, sebab dapat memberi kemungkinan
sangat luas bagi wisatawan untuk berlibur, istirahat, melihat-lihat, mengetahui
dan menikmatinya. Tambahan pula jarak suatu tempat atau daerah beradius 50 km
mudah dicapai dengan kendaraan bermotor dan tidak melelahkan.
Adalah keliru apabila orang berpendapat bahwa suatu danau misalnya yang
sudah dapat dikatakan daerah tujuan wisata tanpa ada atraksi-atraksi lain
(atraksi hidup bergerak) di samping situasi lalu-lintas kendaraan menuju dan
dari tempat danau tersebut serta fasilitas-fasilitas utama yang dibutuhkan
wisatawan di tempat tersebut. Demikian pula sama kelirunya apabila orang
berpendapat bahwa suatu kota di mana terdapat seni budaya klasik bermutu tinggi
adalah merupakan daerah tujuan wisata tanpa adanya objek-objek lain menunjang
yang dapat dinikmati wisatawan yang berkunjung.
Sebab, seorang wisatawan tidak bisa dipaksa bisa menikmati keindahan danau
melulu atau keagungan senitari berjam-jam (lebih-lebih kalau ia harus tinggal
di tempat itu sekurang-kurangnya selama 24 jam) tanpa dapat menikmati
atraksi-atraksi lain, baik waktu pagi, siang, senja maupun malam hari.
Wilayah pariwisata paling ideal dan dapat menjamin maksud serta tujuan
industri pariwisata kita sesuai dengan fungsinya adalah daerah tujuan wisata
yang benar-benar dapat memberikan atraksi beraneka ragam, baik yang dimiliki
alam sekitar sebagai objek tak bergerak maupun yang merupakan manifestasi
budaya tinggi khas bersifat daerah atau nasional sebagai objek bergerak, serta
dapat memperlihatkan kegiatan kehidupan rakyat di sekitarnya, tambahan pula
memiliki situasi hubungan lalu-lintas baik yang dilengkapi dengan
fasilitas-fasilitas kepariwisataan lainnya. Dengan kata lain, dapat dinikmati
selama 24 jam, mulai dari pagi sampai malam hari pada waktu istirahat (tidur). Wilayah ideal ini terletak dalam lingkungan
yang tidak begitu jauh, memiliki radius lebih-kurang 50 km, sudah dicapai
dengan kendaraan bermotor. Daerah tujuan wisata semacam inilah yang harus
mendapat prioritas di dalam pembangunan industri pariwisata di Tanah Air.
Suatu objek jauh terpencil dan sukar dikoordinasikan dengan atraksi-atraksi
lain di sekitarnya tidak mudah untuk dijadikan suatu daerah tujuan wisata,
kecuali kalau mau dipaksakan dengan biaya-biaya terlalu mahal bagi
pembangunannya. Tambahan pula, apa yang menarik buat kita sendiri belum tentu
menarik buat orang lain.
Di Tanah Air, penanganan pembangunan wilayah pariwisata untuk dijadikan
daerah tujuan wisata akhir-akhir ini telah nampak menunjukkan adanya kemajuan.
Dalam hubungan ini, Pemerintah Indonesia dalam pelaksanaan kebijaksanaannya di
bidang pariwisata melandaskan pembangunan daerah tujuan wisata atas dasar
pokok-pokok pikiran:
1)
tersedianya prasarana, sarana dan
fasilitas-fasilitas lain serta besarnya potensi kepariwisataan di daerah yang
bersangkutan,
2)
asas pemerataan pembangunan, sehingga
pengembangan pariwisata dapat dilaksanakan serempak tanpa mengabaikan potensi
sumber-sumber yang dimiliki di tiap daerah,
Berdasarkan pendekatan pokok-pokok pikiran tersebut di atas, skala
prioritas pembangunan dan pengembangan daerah tujuan wisata kemudian diputuskan
untuk dibangun sebagai 10 daerah Tujuan Wisata yang meliputi propensi-propensi
Daerah khusus Ibukota Jakarta Raya, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa
Yogyakarta, Jawa Timur, Bali, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Sulawesi Selatan
dan Sulawesi Utara.
Daerah-daerah tujuan wisata, yang berjumlah 10 ini, dibangun dan digalakkan
secara serentak di 10 Propensi seperti tersebut di atas, dengan urutan
prioritas :
1)
Sumatera
Utara – meliputi wilayah Danau Toba dengan Pulau Samosir dan
sekitarnya, Daratan Tinggi Karo dengan Brastagi
2)
Sumatera
Barat – meliputi wilayah Bukittinggi dengan Danau Maninjau,
Danau Singkarak, Payakumbuh dan Batusangkar, serta Kota Madya Padang beserta
objek-objek wisata di sekitarnya.
3)
Jawa
Barat – meliputi wilayah kota Bandung, Jabotabek, Gunung Gede,
Banten, Cirebon, Tasikmalaya dan Ciamis.
4)
Jawa
Tengah dan Yogyakarta – meliputi wilayah Merapi, Merbau,
Semarang, Ambarawa, Kopeng, Dieng, Solo, Yogyakarta serta lingkungan Candi Borobudur
dan Candi Perambanan, termasuk Kudus dan Demak.
5)
Jawa
Timur – meliputi wilayah kota Surabaya, Malang (Trowulan,
Pandaan, Tretes), Gunung Bromo dan Pulau Madura serta Banyuwangi.
6)
Sulawesi
Selatan – meliputi Kotamadya Ujung Pandang, Maros, Gowa, Jeneponto,
Bulukumba, Selayar, Kabupaten Luwu dan terutama Tanah Toraja.
7)
Sulawesi
Utara – meliputi wilayah Kabupaten Minahasa, Air Madidi,
Rembokan, Taratara dan Tasik Ria.h.
Karena Bali dan DKI Jakarta Raya telah dipandang cukup mampu mengembangkan
diri sebagai Daerah Tujuan Wisata utama, maka prioritas pembangunan baginya
tidaklah penting lagi. Dan sebagai gantinya urutan prioritas pembangunan dan
pengembangan daerah tujuan wisata dialihkan kepada Propensi Maluku dan Nusa
Tenggara, terutama sebagai Daerah Tujuan Wisata yang disebut “Wisata Marina”
atau “Wisata Bahari”.
Memperhatikan usaha-usaha Pemerintah dalam membangun dan mengembangkan
daerah tujuan wisata seperti tersebut di atas, kita mendapat kesan adanya
hal-hal yang seakan-akan dilaksanakan yaitu :
1.
pembangunan dan pengembangan daerah
tujuan wisata ini diorientasikan atas pembagian wilayah Negara Republik
Indonesia, yaitu Propensi/Daerah Tingkat Satu yang bersifat politis dan
menyangkut birokrasi ketataprajaan.
2.
karena berorientasikan pembagian wilayah
Negara Republik Indonesia, maka konsepsi ilmiah dan kebutuhan objektif praktis
suatu daerah tujuan wisata terpaksa diabaikan ( kalau tidak dapat dikatakan
disingkirkan).
3.
akibat pola dasar pemikiran yang
berorientasikan politik pembangunan wilayah Negara Republik Indonesia atas
dasar Propensi/Daerah Tingkat Satu secara serentak dan merata, maka dana yang
cukup besar dan ahli-ahli harus disediakan dengan biaya tidak sedikit.
4.
adanya berbagai proyek yang dibangun
tanpa dilandasi syarat-syarat suatu “Daerah Tujuan Wisata’ menyebabkan biaya
pembangunannya jadi mubazir.
Seandainya kesan yang kita tangkap
seperti digambarkan di atas benar, maka orientasi ilmiah dan objektif tentang
pembangunan dan pengembangan daerah tujuan wisata kita harus diletakkan pada
proposi yang sebenarnya, yaitu syarat-syarat minimal yang dibutuhkan suatu tourist destination area : atraksi atau
objek wisata menarik, mudah dicapai dengan alat-alat kendaraan (darat, laut,
udara) serta tersedianya tempat tinggal sementara bagi pengunjung yang datang
ke tempat daerah tujuan wisata tersebut.
Untuk memenuhi syarat-syarat tersebut di atas
daerah tujuan wisata dalam kenyataannya terpaksa harus disediakan dan dibangun
prasarana dan sarana dengan biaya terlampau amat tinggi bagi kebutuhan
kesepuluh daerah wilayah Propensi/Daerah Tingkat Satu seperti tersebut di atas.
Terlebih-lebih yang menyangkut soal-soal asesibilitas dan pengadaan akomodasi
bagi wisatawan mancanegara maupun domestik.